Peneliti Dikabarkan Menemukan Cara untuk Mendeteksi Kanker Paru-Paru Melalui Artificial Intelligence

Kidsafe-caps.org, Jakarta Artificial intelligence alias intelek ciptaan tumbuh dengan laju. Bagi Britanica, artificial intelligence ialah serupa tiruan prosedur intelek khalayak yang diimplementasikan pada mesin, paling utama pada sistem pc.

Sekarang, artificial intelligence memuat banyak bagian kehidupan sekalian profesi khalayak. Lebih-lebih, AI dalam sebagian segi, semacam pembelajaran, perdagangan, layanan finansial, telekomunikasi, tenaga, sampai penerbangan.

Namun, pemakaian artificial intelligence yang paling berarti dan berkemampuan mengalihkan perusahaan selaku revolusioner ialah di segi kesehatan, spesialnya penyakit kanker.

Lantaran, artificial intelligence untuk menolong pemungutan ketentuan klinis untuk penaksiran dan skrining kanker, mengerjakan data kedokteran, dan penemuan dini kanker dengan strategi pendedahan mendalam.

 

AI dapat Tingkatkan pengindraan Nodul Paru-Paru

Dilansir dari Healthline, serupa penelitian yang diterbitkan di buletin Radiology dengan kepala karangan “AI Improves Nodule Detection on Chest Radiographs in a Health Screening Population: A Randomized Controlled Trial” mengobservasi dampak unit lunak berplatform AI dalam praktek klinis onkologi di dunia jelas.

Dalam buletin itu, para ekspeditor mengatakan kalau intelek ciptaan selaku berarti menaikkan penemuan nodul paru-paru pada rontgen dada.

Semacam diketahui, nodul paru-paru ialah perkembangan ajaib yang tercipta di paru-paru. Selaku umum, nodul itu tercipta dari infeksi paru-paru sebelumnya.

Akan tapi, dalam persoalan yang sedikit berlangsung, hal itu sanggup sebagai tanda kanker paru-paru. Salah satu cara skrining umum yang untuk mengenali nodul paru ialah rontgen dada.

 

AI dan penaksiran Kanker

Salah satu ekspeditor dalam buletin itu sekalian mahaguru di bagian Radiologi Rumah Sakit Universitas Seoul Jin Mo Goo mengatakan kalau intelek ciptaan dapat sebagai perkakas yang jitu untuk menolong mengenali nodul paru-paru, paling utama saat pakar radiologi menghadapi kapasitas persoalan yang tinggi.

“Pengindraan kanker pada bagian dini ialah isu urgen. Akibat banyak tumor padat dapat diidentifikasi dalam penelitian penggambaran, penemuan potensi kanker dini semacam nodul paru-paru pada kanker paru-paru, lebih efisien dan itu ialah strategi pertama dalam menaikkan hasil pesakit kanker,” ujarnya.

Riset yang diterbitkan oleh buletin Radiology itu mengaitkan 10.476 orang dengan umur rata-rata 59 tahun yang melakoni rontgen dada di pusat peninjauan kesehatan antara Juni 2020 dan Desember 2021.

Kontestan menuntaskan angket kesehatan yang dikabarkan sendiri untuk mengenali khusus dasar semacam umur, tipe jantina, status merokok, dan riwayat kanker paru-paru sebelumnya.

Dalam riset itu, partisipan antpanitia selaku random dipisah sebagai dua kelompok, adalah AI alias non-AI.

 

AI VS Non-AI

Hasil rontgen kelompok pertama dianalisis oleh pakar radiologi dibantu artificial intelligence sementara itu rontgen kelompok kedua diinterpretasikan tanpa hasil artificial intelligence.

Nodul padat dengan kaliber lebih besar dari 8 mm alias nodul sub padat dengan bagian padat lebih besar dari 6 mm diidentifikasi dapat ditindak lanjuti, poinnya nodul membutuhkan tindak lanjut bersumber pada standard skrining kanker paru-paru.

Nodul paru-paru diidentifikasi pada 2 persen dari partisipan antpanitia. Hal itu memperlihatkan kalau jenjang penemuan nodul paru yang dapat ditindaklanjuti pada rontgen dada lebih tinggi kala dibantu oleh AI (0,59 persen) dibanding tanpa tunjangan AI (0,25 persen).

Para ekspeditor juga mengatakan kalau umur yang lebih tua dan riwayat kanker paru-paru dikorelasikan dengan kabar positif, khusus kesehatan ini dan yang lain tidak berakhir pada kemustajaban sistem artificial intelligence.

Hal itu memperlihatkan kalau artificial intelligence dapat bergerak selaku tidak berubah-ubah di segenap populasi yang berlainan, sampai-sampai untuk mereka yang mempunyai penyakit paru-paru alias sehabis pembedahan.

 

Mengetahui Penyakit Paru-Paru Lebih Dini

Goo juga menuturkan kalau dalam riset itu memberikan dalil kokoh apabila artificial Intelligence dapat menolong dalam mengasosiasikan radiografi dada.

Hal itu dapat berkontribusi dalam mengenali penyakit dada, paling utama kanker paru-paru, selaku lebih efisien dan pada tahapan awal.

Skrining kanker berplatform penggambaran ialah profesi yang menjemukan sebab kebiasaan kanker rata-rata ringan pada populasi skrining.

“Ponten penemuan dan penaksiran dengan tunjangan pc diselidiki untuk kurangi kanker yang tidak ditemui sepanjang sebagian dasawarsa,” kata Goo.

“Introduksi teknologi pendedahan mendalam baru-baru ini dapat menaikkan kemampuan metode pendedahan mesin usang, tidak cukup dalam mengenali lesi tapi juga dalam mengukur dan mengkarakterisasi lesi,” imbuhnya.

 

Respon sebagian Pihak

Chief Executive Officer dan Board Director di Dotmatics Thomas Swalla menekankan kalau perusahaannya yang terdiri dari 850 sarjana yang berpusat pada implementasi artificial intelligence di bermacam basis tidak ikut serta dalam riset itu.

Ia menuturkan kalau penemuan itu cumalah sampel lain dari apa yang dapat dijalani artificial intelligence di pabrik kesehatan, paling utama kanker.

“Imbas AI pada kanker ada dua. Dengan memakai AI, anggarannya lebih ekonomis untuk mendeteksi penyembuhan baru dan menguatkan akses pemeliharaan yang lebih besar,” kata Swalla.

“Pemakaian AI akan melengserkan biaya pemeliharaan kesehatan bagi klien. Dan itu akan condong pada lebih banyak penemuan kanker serta penyakit jarang, yang selaku historis tidak mempunyai replika bisnis yang membuahkan hasil,” tambahnya.

 

Era Baru Dimulai

Pendiri Atossa Therapeutics dokter. Steven Quay mengatakan kalau era baru artificial intelligence dalam onkologi baru saja diawali.

“Kami kini memandang titik di mana AI dapat bersekutu dengan riset untuk memajukan penyembuhan kanker baru serta modalitas penyembuhan,” ujarnya.

“Saya pikir AI akan lekas mengetuai dalam pemeliharaan kanker,” tambahnya.

Quay juga menuturkan tampak cara baru untuk memakai artificial intelligence pada kanker, yakni dengan membiarkannya bergerak melawan dirinya sendiri.

“Kalian sediakan gerombolan data dan membiarkannya bergerak dan berlatih dari itu. Prosesnya seterusnya mengungguli wawasan khalayak yang diciptakannya,” jelasnya.

“Ini bergerak dengan cara yang tidak diprediksi oleh khalayak dan seperti itu produktivitas. AI juga mempunyai peran utama kini dalam riset kanker pada jenjang dasar,” tambah Quay.